Jumat, 30 Agustus 2013

HALIMAH SANG JUGUNIANFU

Halimah seorang pejuang Jugun Ianfu (Oleh: Tio Mahmudin Priyo Setioko)
14 Maret 2010 pukul 18:59

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, Jam Besuk di Rumah sakit Antonius Pontianak Kalimantan Barat masih dibuka Hingga pukul Sebelas.

Disebuah kamar lantai Dua tepatnya di ruang UGD terdapatlah seorang nenek renta yang sudah tak mampu untuk berjalan, mungkin detik-detik ajalnya sudah semakin mendekat. Ia didampingi seorang cucunya yang setia mendampinginya semenjak kemarin.

Halimah nama wanita itu, usianya sudah renta, mungkin sekitar tujuh puluh tahun. Bicaranya hanya sepatah-patah, nafasnya mungkin sudah tersengal-sengal. Suaminya telah lama tiada., ia memiliki tiga orang anak dua orang putra satu orang putri, semuanya telah berkeluarga dan tinggal bersama suami atau istri mereka. Mereka semua tinggal di Jakarta, dia hanya satu orang cucu yang tinggal satu rumah bersamanya.

Nama cucunya adalah nani. Dia saat ini berstatus sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di kota Pontianak. Nani telah menghubungi orang tuanya dan dia akan tiba ke Pontianak Malam nanti.

*****

Nani duduk di samping Halimah neneknya yang sedang terbaring. Perasaannya amat sedih, karena ia amat menyayangi neneknya itu.

Tiba-tiba Sang Nenek meminta nani untuk mendekat kepadanya, ia ingin menceritakan sesuatu kepada cucunya itu Sebuah cerita yang cukup lama. Matanya menerawang, ia berusaha mengingat sebuah peristiwa puluhan tahun yang lalu ketika ia masih muda.
“Dahulu aku adalah seorang anak petani, dan hidup kami amat bahagia meskipun dahulu tidak secanggih sekarang. Namun aku bersyukur akan apa yang terjadi” katanya mengawali kisah

"Hingga suatu saat Jepang hadir dengan iming-iming mereka Tiga A. Namun bagiku itu hanyalah bualan belaka. Sebab mereka sama saja dengan Belanda. Rakus dan ingin menghabiskan kekayaan rakyat. Peristiwa itu terjadi di tahun 1942. Usiaku masih 17 tahun.

Semula kami mengira mereka akan memerdekakan kami, sebab ketika mereka datang para kompeni Belanda menyerah, mereka pergi meninggalkan kota kita. Namun apa yang kami harapkan menjadi sia-sia, semuanya tidak terbukti benar.
Banyak teman-teman seumuranku terpaksa menjadi Jugunianfu"

"Kamu tahu Jugunianfu ?"

Halimah bertanya kepada cucunya, Nani menggelengkan kepalanya.

"Jugunianfu adalah sekumpulan wanita penghibur yang digunakan untuk menghibur tentara Jepang. Istilahnya kami adalah para pelacur."

"Pelacur"  Tanya Nani tersentak, lalu ia meneteskan airmata
*****
Halimah mengawali kisahnya menjadi seorang Jugun Ianfu kepada cucu kesayangannya, ia lalu meneteskan airmata

"Mereka lebih kejam dari penjajahan Belanda, sangat kejam. Mereka tidak pernah memperlakukan semena-mena terhadap wanita, kecuali mereka hanya perbudak, tapi Penjajahan Jepang mereka terlalu menguasai nafsu mereka, Mereka melakukan perbudakan bahkan terhadap anak kecil sekalipun. Mereka juga sering melakukan pembunuhan massal bahkan terhadap penduduk yang tak berdosa sekalipun.
Semula aku merasa bahagia ketika Jepang datang, sebab mereka menjanjikan kemerdekaan, Dan aku amat senang mendengar hal itu, Pada suatu hari seorang tentara Jepang datang ke rumah kami.

Dia berjanji kepadaku akan menyekolahkanku keluar Negeri, hatiku menjadi gembira. Akhirnya aku berpamitan kepada kedua orang tuaku. Mereka menyetujuinya Ternyata aku tidak sendirian, banyak teman-teman sebayaku yang pergi bersamaku. aku masih ingat ada Hamidah, Nurlela, Fatimah. Fatimah amat berbeda denganku, dia dijanjikan menjadi seorang pemain drama di Jepang, Nurlela dijanjikan menjadi seorang penulis di Jepang, sedangkan Hamidah di pungut dari Jalanan ia tidak memiliki keluarga.

Kami diantar dengan menggunakan sebuah truk besar, dan kami di tempatkan disebuah rumah bergaya Jepang. Kami lalu di tempatkan di lantai atas, Jujur kuakui kala itu hatiku merasa ada yang tidak beres dengan rumah ini. Sebab aku melihat banyak sekali tindakan yang tak sesuai dengan norma dan menjijikan"
*****
"Sebulan telah berlalu, kami tidak mendapatkan apa yang mereka janjikan, sebaliknya kami hanya mendapatkan perlakuan yang tidak aku sukai, kami terpaksa melacur, memuaskan nafsu bejat mereka.
Mungkin sudah ratusan kali aku mendapatkan perlakuan kasar dari tamuku, aku sering dipukuli karena aku menolak. Pokoknya saat itu adalah masa kelam dalam hidupku. Jujur aku takut menderita seperti Fatimah, ia meninggal karena penyakit yang misterius"
 Halimah tidak melanjutkan cerita karena ia sudah mengantuk lalu ia tertidur.

Nani mengusap air mata neneknya, ia juga tidak menahan kesedihan didalam dada. Ia marah, namun ia tidak tahu akan melampiaskan kepada siapa. Ia Lalu meninggalkan rumah sakit Antonius.

*****
Keesokan harinya tepat di jam yang sama Nani tiba di rumah sakit, ia penasaran karena ingin mengetahui kelanjutan cerita kemarin. Kali ini ia datang bersama Ayahnya.

Halimah lalu membuka tabir gelap yang telah lama ia derita di masa yang lalu

"Pada suatu hari datang seorang tamuku, Dia bernama Hidetoshi Hata, Dia amat berbeda dengan lainnya. Dia tidak mau melayani nafsu bejat kepada siapapun. Dia bisa berbahasa Indonesia. Orangnya berkacamata, berambut belah tengah.

Dia bertanya kepadaku "Siapa namamu"

"Halimah" Jawabku singkat
"Berapa usiamu"

"Tujuh Belas"

"Oh, masih muda sekali. Keterlaluan mereka" lalu dia berbicara dalam bahasa Jepang

"Gadis seusiamu tidak pantas bekerja di tempat seperti ini" katanya lagi

"Besok saya akan mengajarkanmu berbagai hal, menjadi seorang gadis Jepang, termasuk budaya kami"

Dia menepati janjinya kepadaku, dia memintaku untuk tinggal dirumahnya, dia mengeluarkanku dari rumah pelacuranku. Dia membeliku dengan harga yang cukup mahal. Dia mengajariku banyak hal, dia menjadikanku seorang gadis Jepang yang terhormat, yang jelas aku bukanlah seorang Geisha. Ternyata Hide adalah seorang Tentara Jepang yang berpangkat tinggi. Bagiku dia amat berbeda dengan orang jepang lainnya, Selama aku bersamanya dia tidak pernah satu kali pun menyentuhku
Pada suatu hari Hide memintaku untuk kerumahku, dia ingin berkenalan dengan kedua orang tuaku, aku pun mengantarnya kerumahku."

*****

Namun bukanlah sambutan yang hangat kami dapatkan, Ayahku memarahiku dia tidak merestui hubungan kami berdua. Melainkan cacian makian. Ternyata Ayahku sudah menjodohkanku dengan Bejo, sejak kami kecil.

Jujur aku tidak menyukai Bejo karena dia adalah seorang pemabuk, penjudi, bahkan dia rela mengkhianati negaranya sendiri. Ketika perjuangan melawan Belanda. Perjuangan kami sering gagal, sebab dia selalu memberitahu cara gerilya perlawanan kami. Wajar saja aku tidak suka kepadanya.

Akhirnya aku pun melawan tindakan ayahku dan berakibat pengusiranku dari mereka. Aku sudah di cap pengkhianat oleh mereka. Kami pun tinggal di rumah Hide”

*****
"Siapa Hide bu" Tanya ayah Nani

"Dia adalah ayahmu sebenarnya Ton" Jawab Halimah singkat

Anton ayah Nani meneteskan air matanya

"Ton, kamu memiliki darah Jepang"

Halimah lalu melanjutkan ceritanya

"Tahun 1944, Hide ditugaskan di Mandor, atas permintaan dari pemerintahan Jepang, sebab pemerintahan kekaisaran Jepang merasa bahwa Di Kalimantan Barat banyak Pemberontakan. Aku pun ikut bersamanya, ternyata yang menjadi korban keganasan Mandor adalah Syarif Muhhamad Alqadrie (74) Pangeran Adipati (31) Pangeran Agung (26) , JE Patiasina (51), Ng Nyiap Sun (40), Lumban Pea (43).

Selain itu Banyak peristiwa-peristiwa yang tidak akan aku ceritakan disini, aku ngeri membayangkannya. Kala itu mungkin memotong kepala manusia seperti memotong pohon kelapa. Kekerasan dimana-mana.

Mungkin ketika itulah semangat patriotismeku di uji disisi lain aku diuji akan kesetiaan cintaku, namun disisi lain aku merasa bahwa aku adalah seorang pengkhianat bangsa. Beruntung Hide tidak memiliki sifat seperti yang lainnya dia sering membangkang atasannya, Sepertinya dia lebih cinta Indonesia daripada Negaranya sendiri."

****

Awal Januari 1945 Aku dan Hide memutuskan untuk menikah, dan kami tinggal Di Jepang Tepatnya di Nagasaki. sebab masa tugasnya sudah berakhir. Semula kehidupan kami baik-baik saja, dan tidak ada satu pun hal yang mengganggu kehidupan kami.

Namun kebahagiaan kami tidak pernah lama, cobaan seolah-olah menimpaku, sekitar bulan Agustus terjadilah peristiwa yang memilukan dan kehidupanku kembali menjadi pahit

Tepat tanggal 09 Agustus 1945. sebuah peristiwa Terjatuhnya Bom atom terjadi di kota kami Nagasaki, kala itu aku tengah hamil dua bulan. Beruntung janin yang berada diperutku selamat. Dia adalah kamu Anton.

Namun nyawa Hidetoshi suamiku melayang ia meninggal dunia akibat pertempuran itu. Oh Tuhan"

Nani mengusap air mata Halimah

"Kalian tahu apa yang terjadi di Jepang, apa yang terjadi di Nagasaki, semuanya hancur, kelaparan dimana-mana tidak ada makanan lain yang dapat kami nikmati kecuali mie instant. Aku juga mendengar kabar bahwa Indonesia sudah merdeka. Tapi bagiku Kali ini ujian kembali didalam hidupku

Disisi lain aku senang karena negaraku merdeka, disisi lain aku sedih karena keadaan di sekelilingku. Setelah peristiwa Nagasaki aku menjadi seorang guru di sana. Hingga pada tahun 1955 aku kembali ke Indonesia tepatnya di Jakarta. Aku membawa Anton yang kala itu berusia 10 tahun.

Dan disinilah aku bertemu dengan Ahmad, dia adalah ayah tirimu Anton, dia baik kepadamu. Dari dia aku memiliki seorang anak lagi yang bernama Andri. Tahun 1957 kami kembali Ke Pontianak.

Aku bersyukur bahwa nasibku masih beruntung, sebab masih banyak lagi mantan Jugun Ianfu yang tidak di ketahui nasibnya. Karena pemerintahan Orde Baru menghilangkan jejaknya. Mengasingkan mereka"

Nani mengambilkan Halimah segelas air putih, karena sekarang adalah saat bagi Halimah untuk makan.

Halimah berpesan kepada Nani untuk mengenang para pejuang yang berada di Makam Mandor, dan juga mengingat para Jugun Ianfu.

Tak ada satu pun orang yang ingin di takdirkan menjadi Jugun Ianfu, namun keadaanlah yang memaksanya berbuat demikian.
*******

Cerita yang terdapat di cerpen ini adalah Fiktif, Termasuk seluruh karakter yang ada. Namun Makam Mandor, Peristiwa Mandor Berdarah pernah terjadi di tahun 1943-1944. Dan peristiwa Mandor Berdarah adalah fakta.


Cerpen ini pernah masuk ke kompilasi buku kumpulan cerpen dari Leutika Publisher

Tidak ada komentar:

Posting Komentar